MELEK
DATA DEMI BANGSA
Yeni
Setyowati
Data adalah kumpulan informasi penting yang
dibutuhkan di berbagai bidang, sebagai bahan baku pengambilan keputusan
pembangunan nasional mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Adalah
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai salah satu lembaga non-kementrian yang
secara khusus menyediakan sekaligus menghasilkan data statistik Indonesia. Urgensi
data inilah yang menjadikan BPS memiliki peran vital dalam penyelenggaraan
pemerintahan di negeri ini, dapat dilihat dari semakin meningkatnya pengunjung website BPS dari tahun ke tahun bahkan
mencapai lebih dari 50 persen di tahun 2016. Namun sayangnya, masih banyak kalangan
yang menyangsikan keakuratan dan independensi data yang dihasilkan BPS.
Beberapa berita menyebutkan bahwa data BPS
condong kepada pemerintah, tidak independen. Sebut saja perdebatan tentang data
kemiskinan satu digit, telah mendapat kritikan dan tudingan miring dari
beberapa tokoh masyarakat dan dipublikasikan di berbagai media cetak dan
online. Pun data BPS lainnya seperti data pengangguran, laju petumbuhan ekonomi
dan lain-lain, juga mendapat cibiran meskipun pada akhirnya dapat diklarifikasi
oleh BPS.
BPS merupakan salah satu lembaga
non-kementrian yang memiliki tanggung jawab langsung kepada presiden. Berlindung pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik
yang dijadikan sebagai payung hukum perstatistikan di Indonesia, BPS menjalankan
tugas dan fungsinya secara independen, bebas intervensi, dan menggunakan standar baku yang diakui
dunia internasional. Kondisi tersebut menjadikan BPS
sebagai lembaga pemerintah yang khusus berperan sebagai check and quality control semua angka statistik lembaga
pemerintah.
Sejalan
dengan itu, berbagai survei dan pendataan pun semakin sering dilaksanakan. Ketersediaan data BPS semakin multidimensional dan
kompleks yang diperoleh bukan hanya dari statistik dasar (sensus), tetapi juga
dari berbagai survei yang dilaksanakan secara berkala seperti Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas),
Survei Harga Konsumen (SHK), Survei Industri Besar Sedang (IBS), dan lain-lain. Belum lagi statistik sektoral dan
indikator-indikator statistik lainnya yang harus segera dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan data pemerintah
dan stakeholder sebagai bahan perencanaan kebijakan.
Semakin besarnya tugas BPS ini sangat dirasakan terutama bagi ujung tombak
BPS yaitu pengumpul data di lapangan. Pertanyaan
yang diajukan pada responden pun semakin banyak dan beragam. Tidak jarang dijumpai pertanyaan berulang dan
tumpang tindih antara survei satu dan lainnya. Bisa dikatakan beban responden pun semakin
meningkat di tengah semakin dibutuhkannya data statistik yang berkualitas. Hal ini
rawan mengurangi tingkat respon responden terhadap suatu survei atau pendataan
lain.
Di tengah tuntutan dan tantangan yang semakin
besar, kiranya BPS harus menjalankan beberapa upaya agar data yang dihasilkan
semakin akurat dan teruji kredibilitasnya. Beberapa di antaranya adalah:
Pertama,
melakukan manajemen waktu dan beban kerja yang baik. Melalui pembuatan matrik
rencana kerja, beban petugas akan semakin terorganisir dengan baik. Diharapkan
tidak ada lagi tumpang tindih pekerjaan yang semakin membebani ujung tombak BPS
di daerah.
Kedua,
manajemen mitra yang baik. Dengan semakin beratnya beban BPS dalam menghasilkan
data berkualitas, sudah tidak mungkin lagi pendataan dibebankan hanya pada
organik BPS. Perlu pendelegasian tugas kepada mitra BPS, tentu saja dengan
proses rekrutmen dan pelatihan yang memadai.
Ketiga,
koordinasi dan kerjasama antar bidang dalam menyusun kuesioner. Apabila
dimungkinkan, hanya ada satu kuesioner yang sudah mencakup pertanyaan lengkap
semua bidang sehingga tidak ada pertanyaan atau kunjungan berulang pada satu
responden untuk survei satu dan lainnya. Hal ini untuk meningkatkan respon rate responden.
Keempat,
ada kelompok yang senantiasa mengawasi hasil kerja BPS baik itu lembaga maupun
masyarakat. Misalnya Forum Masyarakat Satistik, IMF dan PBB yang senantiasa
mengawasi dan memberi masukan tentang kegiatan dan data yang dihasilkan oleh
BPS.
Kelima, adanya payung hukum yang
lebih baik dalam menjamin kegiatan perstatistikan di Indonesia beserta sanksi hukum yang menyertai
apabila ada pihak-pihak yang tidak bersedia meberikan data kepada BPS.
Keenam, pemberdayaan sadar statistik atau ‘Melek Data’ pada masyarakat
Indonesia. Usaha pemberdayaan harus bertumpu pada kesadaran akan kebutuhan
atau timbal balik yang mereka dapatkan
sebagai responden. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa selama mereka tidak
melihat manfaat (langsung maupun tidak langsung) yang didapat dari survei,
mereka akan kurang kooperatif merespon survei. Pemberdayaan harus mampu membuat
responden secara otomatis melihat manfaat ke depan yang akan diterima apabila rela berkorban untuk merespon
survei atau pendataan lainnya.
Upaya terakhir ini, ‘Melek Data’, merupakan sebuah bentuk investasi menuju masyarakat Indonesia yang sadar
statistik sebagai penyokong sistem statistik nasional. BPS harus secara intens
menumbuhkan kesadaran masyarakat betapa data itu penting dan betapa jawaban jujur
reponden itu amat penting dalam menentukan arah pembangunan. Kualitas informasi yang didapat dari responden akan berkorelasi
positif pada baik buruknya data statistik yang dihasilkan.
Peran strategis
data BPS sebagai pijakan untuk membangun negeri ini harus diperkuat.
Independensi BPS menyajikan data berkualitas, tepat waktu dan accessible (mudah
diakses) harus mendapat
dukungan semua elemen. Khususnya partisipasi masyarakat untuk dapat melek
data, sadar dan paham akan arti dan pentingnya data. Sehingga mampu tumbuh menjadi masyarakat madani yang sadar
statistik, terutama sadar akan perannya sebagai sumber data (responden).
Saatnya bagi BPS
untuk berbenah diri dengan mengajak masyarakat untuk peduli. Peduli dengan
peran sertanya memberikan informasi dan data dengan sejujur-jujurnya, apa
adanya tanpa ditutup-tutupi. Peduli dengan data yang dihasilkan dan turut serta
mengedukasi lingkungan sekitar dan sanak famili.