Sensus
Pertanian (ST2013) telah dilaksanakan oleh BPS dengan beberapa
perubahan dari ST sebelumnya. Perubahan tersebut antara lain cakupan,
unit pencacahan, konsep rumah tangga pertanian, populasi komoditi
pertanian, bahkan petugas serta kuesioner. Beberapa tahapan mulai dari
pencacahan lengkap usaha pertanian, dilanjutkan pencacahan rinci dengan
Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian (SPP) serta Survei
Struktur Ongkos Komoditas Pertanian Strategis dalam setiap subsektor
pertanian telah dilaksanakan demi menyediakan data statistik berkualitas
untuk kesejahteraan petani yang lebih baik.
Seiring
proses berjalan, diseminasi hasil ST2013 juga dilakukan secara bertahap
mulai dari angka sementara, angka tetap, dan populasi menurut
subsektor. Untuk melengkapinya, BPS juga menyajikan beberapa analisis
berdasarkan hasil ST2013 seperti analisis potensi pertanian hasil
pendataan lengkap ST2013, analisis sosial ekonomi petani serta analisis
profil subsektor unggulan. Upaya ini merupakan bagian tanggung jawab BPS
menyediakan informasi strategis bagi pemerintah untuk pengambilan
kebijakan dalam hal statistik pertanian.
Banyak
informasi berguna yang bisa didapat dari ST2013, salah satunya mengenai
pangan. Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012
tentang pangan maka negara berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan
secara berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, Direktorat Analisis dan
Pengembangan Statistik (DAPS) berusaha memanfaatkan secara optimal data
ST2013 tersebut, salah satunya dengan menyusun Indeks Ketahanan Pangan
(IKP). Menggelar sebuah workshop bertajuk Analisis Sosial Ekonomi Rumah
Tangga Usaha Pertanian di Jakarta tanggal 15–18 Oktober 2014, Margo
Yuwono, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik dan tim DAPS
menyampaikan pemanfaatan data ST2013 untuk penghitungan IKP.
Data
IKP dapat menjelaskan ketahanan pangan suatu daerah. Indeks ini disusun
dari tiga dimensi yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan/akses
pangan, dan pemanfaatan pangan. Data untuk penghitungan bersumber dari
hasil SPP. Keterbatasan data pada survei ini menyebabkan IKP dihitung
melalui pendekatan skoring jawaban-jawaban pada kuesioner yang
dikelompokkan menjadi tiga dimensi. Keterbatasan itu pula menyebabkan
dimensi ketersediaan pangan hanya diwakili oleh aspek kecukupan pangan.
Dimensi keterjangkauan/akses pangan diwakili aspek keterjangkauan fisik,
ekonomi, dan sosial. Sementara untuk dimensi pemanfaatan pangan
diwakili oleh dua aspek, yaitu aspek kecukupan asupan serta aspek
kualitas air.
Aspek
kecukupan pangan dilihat dari tiga indikator yaitu kecukupan persediaan
pangan, tidak kekurangan pangan ,dan ketakutan kekurangan pangan.
Indikator tersebut diperoleh dari kuesioner SPP dengan pemberian skor.
Aspek
keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial diperoleh dari tiga indikator
yaitu indikator pangan yang diproduksi di kecamatan, indikator tidak
mengalami kesulitan menjangkau pembelian serta indikator harga pembelian
tidak tinggi.
Aspek
kecukupan asupan dideteksi dari indikator tidak ada balita yang kurang
gizi atau berat badan yang rendah serta indikator tidak adanya balita
yang meninggal karena sakit.
Aspek
kualitas air diwakili oleh indikator sumber air minum utama dan
indikator sumber air untuk memasak. Semakin baik kualitas air yang
dimanfaatkan rumah tangga akan menghindarkan anggota rumah tangga
mengalami kesehatan yang buruk.
Masing-masing
aspek dibuat skoring kemudian dikonversikan dalam persentase. IKP
diperoleh dari rata-rata persentase ketiga dimensi yang telah dihitung.
Dengan batasan satu standar deviasi, dibuatlah pengkategorian IKP daerah
yaitu Kurang Tahan Pangan, Cukup Tahan Pangan dan Tahan Pangan Tinggi.
Alhasil
Sensus Pertanian 2013 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan rumah
tangga pada beberapa provinsi. Secara umum, nilai IKP Kawasan Timur
Indonesia masih tertinggal dibandingkan Kawasan Barat Indonesia.
Perbandingan antarpulau menunjukkan hanya Pulau Jawa yang nilainya di
atas rata-rata nilai IKP Nasional. IKP Rumah Tangga Usaha Pertanian
(RTUP) Tanaman Pangan mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan
subsektor lainnya karena berkaitan dengan ketersediaan pangan. Di sisi
lain tidak ada perbedaan IKP yang signifikan antar jenis pendapatan
rumah tangga. Artinya, dengan pendapatan sebesar apapun bukan hal yang
sulit bagi RTUP untuk mendapatkan bahan pangan.